Maarif Ponorogo- Jika berbicara mengenai LP Ma’arif, maka tidak akan terlepas dari organisasi masyarakat terbesar di Indonesia (bahkan dunia) yakni Nahdlatul Ulama’. Selain karena hubungan struktural (LP Ma’arif merupakan salah satu lembaga di bawah naungan NU), lahirnya LP Ma’arif sendiri juga diprakarsai oleh tokoh-tokoh besar NU pada masa itu. KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wabah Hasbullah dan beberapa tokoh muda NU yang meliputi KH. Wahid Hasyim, Mahfudz Shiddiq dan Abdullah Ubaid. Untuk lebih rincinya, berikut adalah sejarah singkat lahirnya Lembaga Pendidikan Ma’arif.
Salah satu tujuan dari didirikannya NU adalah untuk mewujudkan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di lingkungan NU. Karenanya bagi NU, pendidikan menjadi pilar utama yang harus ditegakkan demi mewujudkan masyarakat yang mandiri. Gagasan dan gerakan pendidikan ini telah dimulai sejak perintisan pendirian NU di Indonesia. Dimulai dari gerakan ekonomi kerakyatan melalui Nadlatut Tujjar tahun 1918, disusul dengan Tashwirul Afkar tahun 1922 sebagai gerakan keilmuan dan kebudayaan, hingga Nahdlatul Wathan pada tahun 1924 yang merupakan gerakan politik di bidang pendidikan, maka ditemukanlah tiga pilar penting bagi Nadhlatul Ulama yang berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1334 H, yaitu: (1) ekonomi kerakyatan, (2) pendidikan dan (3) kebangsaan.
Untuk merealisasikan pilar-pilar tersebut, NU secara aktif melakukan gerakan sosial- keagamaan untuk memberdayakan umat. Di sini dirasakan pentingnya membuat lini organisasi yang efektif dan mampu merepresentasikan cita-cita NU. Maka lahirlah lembaga-lembaga dan lajnah yang meliputi Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif, Lembaga Dakwah, Lembaga Sosial Mabarrot, Lembaga Pengembangan Pertanian, dan lain sebagainya. LP Ma‘arif NU dibentuk untuk melakukan gerakan pemberdayaan umat di bidang pendidikan yang sejak semula menjadi perhatian para ulama pendiri (the founding fathers) NU.
Awal Mula dan Founding Fathers
Keberadaan LP Ma‘arif NU dimulai dari pertemuan KH. Wahid Hasyim, KH. Mahfudz Shiddiq dan KH. Abdullah Ubaid pada awal bulan September tahun 1929 bertempat di kantor Hoof Bestur Nahdlatul Oelama[1] (HBNO) Jl. Bubutan Kawatan Surabaya, menjelang digelarnya acara akbar NU yaitu Muktamar NU ke-4 di Semarang. Pertemuan itu diadakan atas perintah Rais Akbar NU Hadratussysyaikh KH. Hasyim Asy‘ari, merespons permintaan KH. Wahab Hasbullah yang mengusulkan agar ada badan khusus di tubuh HBNO yang mewadahi dan menangani bidang pendidikan.
Selain itu, KH. Wahab Hasbullah juga menyampaikan pemikiran agar inovasi dalam bidang pendidikan yang dirintis Wahid Hasyim di Pondok Pesantren Tebuireng diterapkan oleh pesantren- pesantren lain, dengan demikian kemandirian dalam mendidik dan kualitas pendidikan meningkatkan. Sesuai dengan kehadiran NU untuk mempertahankan dan mengembangkan aswaja serta membentuk akhlak umat dan bangsa diharapkan terwujud melalui badan khusus tersebut. Karena itulah Hadratussysyaikh KH. Hasyim Asy‘ari meminta agar KH. Wahid Hasyim menyampaikan pokok-pokok pikirannya kepada KH. Mahfudz Shiddiq dan KH. Abdullah Ubaid, selaku dua aktifis dan motor penggerak NU saat itu.
Editor : Ihsan
Sumber : https://www.maarifnujatim.or.id/
[1] Dalam ejaan lama