LP Ma’arif Ponorogo- Menjelang harlah LP Ma’arif yang memasuki usia 92 tahun, maka tim media website LP Ma’arif Ponorogo akan menyajikan kepada para pembaca yang budiman sejarah dan para tokoh yang berperan terhadap berdirinya lembaga pendidikan milik Nahdlatul Ulama’ yaitu LP Ma’arif. Pada kesempatan kali ini penulis akan menyajikan kisah salah satu tokoh pendiri LP Ma’arif, beliau adalah KH Wahid Hasyim.
Dikisahkan saat itu KH Wahid Hasyim masih belum terlalu aktif di NU, sedangkan Mahfudz Shiddiq dan Abdullah Ubaid sudah masuk dalam jajaran pengurus HBNO (Hoofdbestuur Nahdatoel Oelama). Kendati demikian KH Wahid Hasyim yang saat itu baru berusia 15 tahun sudah merintis pendidikan yang memadukan pola pengajaran pesantren yang menitikberatkan pada ajaran agama yang dikolaborasikan dengan pelajaran ilmu umum. Sistem klasikal diubah menjadi sistem tutorial.
Selain pelajaran Bahasa Arab, para santri juga diajari Bahasa Inggris dan Belanda yang telah dipelajari KH Wahid Hasyim secara otodidak. Pada tahun 1932 dalam usia 18 tahun beliau menuntut ilmu ke Kota suci Makkah dan kembali lagi ke tanah air pada tahun 1935. Setelah pulang ke tanah air, beliau lalu membuat gebrakan baru dalam dunia pendidikan pada masa itu lalu diwujudkannya menjadi Madrasah Nidzamiyah.
Perhatian dan kecintaan KH Wahid Hasyim kepada pendidikan sangatlah besar. Bukti perhatian dan kecintaan beliau bisa dilihat pada riwayat beliau pada tahun 1944, kala itu KH Wahid Hasyim mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang pengelolaannya diserahkan kepada KH A. Kahar Muzakkir.
Saat menjabat sebagai Menteri Agama pada tahun 1950 KH Wahid Hasyim mengeluarkan peraturan berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN) yang menjadi cikal bakal IAIN dan UIN sekarang. Selain itu juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah tertanggal 20 Januari 1950, yang mewajibkan pendidikan dan pengajaran agama di lingkungan sekolah umum, baik negeri maupun swasta, mendirikan Sekolah Guru dan Hakim Agama di Malang, Banda-Aceh, Bandung, Bukittinggi, dan Yogyakarta.
Selain itu beliau juga memiliki peran dalam mendirikan Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) di Tanjungpinang, Banda-Aceh, Padang, Jakarta, Banjarmasin, Tanjungkarang, Bandung, Pamekasan, dan Salatiga. KH Wahid Hasyim juga mengusulkan kepada Presiden Soekarno untuk mendirikan masjid Negara yang kemudian diberi nama Masjid Istiqlal di Ibu Kota Jakarta. Pada 19 April 1953 dalam usia yang relatif muda, 39 tahun, KH Wahid Hasyim meninggal dunia dalam kecelakan kendaraan bermotor di Cimindi Jawa Barat.
Tatkala waktu habis tanpa karya dan pengetahuan lantas apa makna umur ini?
KH Wahid Hasyim
Sumber : https://www.maarifnujatim.or.id/
Editor : Ihsan