LP Ma’arif Ponorogo- Pengurus Cabang Lembaga Pendidikan (PC LP) Ma’arif Ponorogo bersama kepala SD Ma’arif Ponorogo, kepala MA Muallimat Putri Ponorogo dan seluruh kepala sekolah yang berada di bawah naungan PC LP Ma’arif Ponorogo menggelar apel dalam rangka peringatan Harlah LP Ma’arif Ponorogo yang ke 93 di halaman Masjid Nahdlatul Ulama Ponorogo, Senin (19 September 2022) pagi. Selain para kepala, guru dan staff, kegiatan tersebut juga diikuti oleh seluruh siswa-siswi dari sekolah dan madrasah yang dekat dengan lokasi apel diselenggarakan antara lain SD Ma’arif, SMP Ma’arif Ponorogo, MTs Putri Ma’arif Ponorogo dan MA Putri Ma’arif Ponorogo.
Apel peringatan harlah tersebut mengangkat tema besar “Bergerak Bersama untuk Bangkit dan Bermartabat” dengan rangkaian acara mulai dari penataan barisan, menyanyikan Mars Ma’arif NU, Syubanul Wathon, Indonesia Raya, pengibaran bendera LP Ma’arif, pembacaan teks pidato Harlah LP Ma’arif ke 93 hingga pembubaran barisan. Teks pidato Harlah LP Ma’arif yang ke 93 dari ketua LP Ma’arif NU PBNU Muhammad Ali Ramdhani dibacakan secara langsung oleh pembina upacara sekaligus Ketua PC LP Ma’arif Ponorogo Assaduddin Lukman, hal tersebut sesuai dengan surat edaran dari LP Ma’arif PBNU yang menugaskan Ketua LP Pengurus Cabang Ma’arif NU se-Indonesia untuk membina apel harlah LP Ma’arif.
Secara umum isi dari teks pidato yang disusun oleh Ketua LP Ma’arif NU PBNU, Muhammad Ali Ramdhani mengandung 4 garis besar yang menjadi “PR” bersama, khususnya dalam lingkungan LP Ma’arif NU sendiri. Pertama, terjadinya learning loss (berkurangnya pengetahuan dan keterampilan secara akademis) yang disebabkan oleh pandemi virus corona (covid-19) yang tersebar hampir di seluruh negara tak terkecuali Indonesia. Kedua, pesatnya perkembangan teknologi atau biasa disebut revolusi industri 4.0 yang juga berdampak kepada dunia pendidikan yang pada akhirnya memaksa lembaga pendidikan untuk mengadopsi sistem digitalisasi dalam menjalankan proses pembelajaran.
Ketiga, masih cukup masifnya berbagai tindak kekerasan yang terjadi di lingkungan lembaga pendidikan. Berdasarkan data yanng dirilis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, sejak Januari 2022 saja, ada sebanyak 514 kasus dengan jumlah korban sebanyak 626 korban kekerasan yang terjadi di lingkungan lembaga pendidikan.
Keempat masih masifnya gerakan infiltrasi oleh kelompok yang mendukung pemahaman intoleran. Hal ini di samping bertentangan dengan tujuan menghasilkan generasi muda yang demokratis sebagaimana tersaji dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, juga bertentangan dengan kompetensi Abad 21 yang menekankan kemampuan berfikir tingkat tinggi (higher order thinking skills).
“Harapannya tenaga pendidik semakin professional. Salah satunya memiliki kompetensi yang baik di bidangnya, sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Kedua seperti yang dipesankan ketua umum, pendidikan di Ma’arif harus bisa menyenangkan dan membahagiakan, untuk mewujudkan itu kami pengurus Ma’arif membentuk tim satgas anti kekerasan,anti perundungan (bullying) dan anti intoleran” pungkasnya.